Aliya menangis setiap pulang sekolah, seperti biasa teman temannya menghina kondisi fisiknya. Semenjak kecil Aliya memiliki penyakit aneh, kaki kirinya kaku dan ototnya sangat tegang sehingga kesulitan berjalan. Seringkali ia jatuh saat ke sekolah. Ibunya sudah menyuruh nya belajar di rumah mengambil les pribadi, tetapi Aliya menolaknya, ia ingin belajar barsama teman temannya meskipun ejekan selalu ia dapatkan.

“ Sudah, jangan menangis, dari tadi Fuku nungguin lho “ kata Ibu Aliya.
“ Oh iya, udah ngga nangis kok Ma “ kata Aliya sambil tersenyum, ia berlari menuju kamarnya.
Ia mengusap kepala Fuku dengan lembut, yang sudah menunggunya di balik pintu kamar.
“ Ayo kita main lagi “ kata Aliya, sambil menggendong Fuku dengan hangat
Fuku memang obat mujarab bagi Aliya, tangis karena ejekan temannya selalu memudar saat ia melihat Fuku. Baginya Fuku adalah teman terbaik yang mampu menerima kekurangan dan mengerti kondisinya.
Aliya beruntung telah memungutnya, ketika kucing jantan itu beringsut di sela sela tembok terowongan kota. Badannya kurus, bulunya lusuh dan kulitnya terdapat beberapa luka. Aliya tak tega melihatnya, ia menggendong kucing itu, awalnya memberontak, kemudian jinak di dekapannya. Ibu dan Ayahnya menganggukkan kepala, asalkan kucing itu bisa membuat bahagia, mereka mengijinkan untuk memeliharanya di rumah.
Ibu Aliya memberi nama Fuku kepada kucing jantan itu, terinspirasi oleh kisah kucing dari Jepang yang melegenda, Fukumaru. Kucing setia milik seorang nenek bernama Misao Ihara, berharap ia tumbuh seperti Fukumaru yang setia kepada tuannya dan menebar kebaikan bagi lingkungan. Aliya setuju dengan nama itu.
Fuku kini tumbuh lincah, bulunya tebal dan bersih. Aliya merawatnya dengan baik, mulai dari memandikan, memotong kuku, hingga membuatkan kandang khusus di sebelah ranjangnya. Ia juga memasangkankan aksesoris membuat Fuku terlihat memesona. Aliya sangat perhatian bahkan saat Fuku berdiam diri di kandang, tak mau makan, ia segera mendekapnya, menimang-nimang, Fuku membalasnya dengan erangan lembut dan Aliya seolah paham lalu ia memberikan perawatan. Perubahan kecil yang ditunjukkan Fuku,-Aliya sangat mengerti.
Fuku sangat penurut, ia tak akan makan sebelum Aliya mengijinkannya, ini hasil kesabaran Aliya dalam melatihnya. Bila Fuku melakukan kesalahan dan melanggar peraturan misalnya ia menggondol ikan di dapur tanpa sepengetahuan Aliya, Fuku akan diberi hukuman, diasingkan di gudang dan tak diijinkan keluar kandang. Aliya menyangi Fuku sudah seperti keluarga.
“ Aliya, makan siang dulu Nak “ kata Ibu Aliya seraya membuka pintu kamarnya.
“ Iya Ma, sebentar lagi “ jawab Aliya
Aliya masih asyik bermain bola dengan Fuku di kamar, Aliya yang melempar dan Fuku yang mengambil bolanya, setelah berhasil Aliya akan mengusap kepalanya dan Fuku beringsut naik ke pangkuan. Kadang ia mengajak lomba lari Fuku tapi dipastikan Aliya kalah karena kondisi kakinya yang tidak normal.
Aliya menggendong Fuku menuju ruang makan, ia diletakkan di kursi sebelahnya, Fuku terdiam anteng. Ia diberi sebuah piring khusus untuk kucing, dihidangkan makanan favorit Fuku yaitu ikan bandeng goreng dan di sampingnya semangkok air minum. Aliya makan dengan lahap sesekali ia membagi lauknya dengan Fuku, dibalasnya dengan erangan halus dan ekornya bergerak gerak.
“ Lihat Ma, katanya kalau kucing ekornya bergerak-gerak dia sedang bahagia ya Ma? “ kata Aliya sambil tertawa riang.
“ Iya Sayang, benar sekali”
Aliya bahagia, Ibu dan ayahnya telah menerima kehadiran Fuku dengan baik.
“ Brakkk “
Aliya tiba-tiba jatuh dari kursi, Fuku melompat ke lantai, ayah dan ibu Aliya terkejut dan bergegas menghampiri Aliya. Aliya tak sadarkan diri, Ibu menjerit. Ayah membopongnya ke kamar dan dibaringkan di ranjang. Tubuhnya terkulai lemas badannya panas. Sementara Ibu dan Fuku mengikutinya dari belakang.
“ Aliya, bangun Nak “ kata Ibu sembari memegang pipinya.
Ayah mengusap kening dan hidung Aliya dengan minyak kayu putih, biasanya kalau seperti ini Aliya akan tersadar. Aliya seringkali pingsan tiba tiba tak mengeluh apapun bahkan terlihat ceria seperti tadi di meja makan, kata dokter gejala ini merupakan bawaan dari penyakit aneh yang ia derita. Di rumah, di sekolah, di jalan hingga di pusat perbelanjaan. Dokter lalu memberikan resep pertolongan saat Aliya pingsan yaitu minyak kayu putih dan sebotol obat penenang dan penghilang nyeri agar Aliya dapat sadar kembali.
Aliya mengernyipkan matanya, tangannya bergerak, ia sudah tersadar. Ibu memeluknya dengan erat, Fuku duduk di sampingnya memandang ke arah Aliya dengan iba.
“ Aliya… ini apa? “ kata ayahnya saat melihat goresan luka di tangan Aliya.
Aliya terdiam, matanya sudah terbuka lebar, ia memandang ke arah Fuku. Aliya membuka mulutnya ingin berbicara.
“Ini…karena….tem..”
“ Sudah berapa kali Ayah bilang, jangan pelihara kucing lagi, lihatlah dia mencakarmu untuk kesekian kalinya”
“Sudahlah Yah..itu dibahas nanti lihatlah Aliya baru sadar “ sahut Ibu dengan mengusap kepala Aliya.
Aliya mulai menangis mendengar perkataan ayahnya, ia mendekap erat Ibunya, napasnya tak beraturan. Ayahnya meninggalkan kamar. Fuku tetap di tempatnya ia tertunduk seolah mengerti apa yang dikatakan oleh ayah Aliya. Ibu terus mengusap kepala Aliya menenangkan, napas Aliya kembali normal, hingga ia tertidur di dekapan Ibunya.
Aliya tertidur cukup lama, cahaya mentari sore masuk ke dalam kamar, melewati gorden di jendela membelainya dengan lembut. Fuku menarik-narik selimut Aliya, lalu mengerang di dekat telinga. Aliya meregangkan tangan, ia tersenyum melihat Fuku sudah duduk di sampingnya. Fuku selalu membangunkan Aliya setiap pagi hendak berangkat sekolah dan seperti saat ini. Ia tak akan berhenti mengeongg sebelum Aliya bangun dari ranjang.

bersambung...