“Dasar wanita sialan , punya mata gak kalian??“
Teriakku kepada dua orang wanita
pembersih jalan, yang hampir saja gara-gara mereka ku menabrak trotoar,
Terlihat wajah perempuan seumuran
denganku yang tertunduk lesu dengan muka yang hitam penuh debu dan baju yang
lusuh dengan menggegam gagang sapu pembersih jalan,Tanpa menjawab permintaan
maaf mereka ku pun kemudian masuk mobil dan langsung menancap gas berlalu dari
mereka, karna hari ini aku ada urusan kantor dan pertemuan penting dengan
atasan.
Beberapa kali aku melihat mereka,
ketika pergi dan pulang dari kantor, hal serupa pun sering terjadi padaku,
mulai dari mau nabrak trotoar, mengganggu perjalanan dan berjuta-juta alasan
lain yang sesungguhnya tidaklah ada dasar bagiku untuk mengatakan itu, satu
yang menjadi dasar adalah karena aku membenci mereka, dua wanita yang selalu
menjadi pemandangan mataku di pagi hari dan melihat wanita kumuh dengan membawa
alat yang bagiku malas tuk aku gunakan, pegang saja aku tak mau, ya karena juga
di rumahku ada pembantu,.
Sungguh memang apes benar aku hari
ini, setibanya di kantor, ternyata meeting sudah selesai, padahal meeting kali
ini sungguhlah penting karena ada info dari atasan mengenai promosi jabatan, selain itu juga ada pembahasan mengenai
masalah global.
“Hai, jon, “
Terdengar suara toni yang datang
mengahmpiriku di depan pintu keluar kantor,
“Iya Ton, bagaimana tadi meetingnya,
sorry aku telat, soalnya tadi ada sedikit urusan,..”
Jawabku kepada toni, yang sudah lama
dan akrab kita menjalin persahabatan,tepatnya ketika kita satu kampus, walau
berbeda keyakinan namun kita tetap saling menghargai.
“Oh gitu, ya tadi meeting tentang
kebersihan lingkungan, dan kita di beri tugas untuk membuat laporan tentang
pekerjaan yang berpengaruh terhadap lingkungan secara umum,.”
“Oh gitu ya sudah terima kasih, aku
cabut dulu ya”
Kemudian aku pun berlalu dan kembali
menuju rumah, dengan fikiran yang bingung dan resah, tentang laporan perusahaan
tersebut, pekerjaan apa yang sangat berpengaruh bagi lingkungan secara umum,
itulah pertanyaan yang sering terlintas
dan berputar-putar di otakku,
Dengan mengendarai mobil di tengah
sesaknya kemacetan ibu kota, ku lihat dua orang wanita yang membawa gagang
sapu,
“ itu kan mereka , yang tadi hampir saja membuatku menabrak trotoar,.”
“ itu kan mereka , yang tadi hampir saja membuatku menabrak trotoar,.”
Desisku dalam hati, dengan menatap
kearah dua orang wanita yang sedang
berjalan menyusuri jalanan ibu kota,
Tiba-tiba terlintas di benakku,
bahwa contoh pekerjaan sebagai bahan menyusun laporan tidaklah susah dan
jauh-jauh untuk dicari, wanita itu, ya
mereka berdua adalah pembersih jalanan dan itukan sebuah pekerjaan, dan
berpengaruh juga dalam lingkungan, mereka cocok sekali untuk membuat laporanku.
Akhirnya aku memutuskan untuk
mengikuti mereka, setelah sekian lama melewati berbagai gang,dan masuk dalam
perkampungan sempit bahkan mobilku saja
tidak bisa masuk dan terpaksa aku parkirkan di depan gang,Mereka berdua masih
berjalan, aku mengikuti mereka dengan jarak standar seorang mata-mata, tidak
terlalu jauh juga tidak terlalu dekat, semakin menyusuri kampung suasana semakin sepi, kayaknya ini memang
sebuah desa pelosok, rumah mereka pun terbuat dari bambu-bambu tua dengan
disangga bawahnya, guna menghindari bahaya air bah yang siap merenggut harta
benda mereka,.
“ sial…
Dimana mereka ??”
Desisku dalam hati, setelah aku
mengetahui bahwa aku kehilangan jejak
mereka, mungkin mereka sudah tahu jika dari tadi aku mengikutinya,.
Aku pun tetap berjalan, namun belum
juga ku dapati kearah mana mereka pergi, rumah penduduk pun kini jarang
terlihat, yang terlihat hanyalah hamparan sawah dan aliran deras sungai,
mungkin aku tersesat,..
Fikiran yang semakin lelah karena
terus berputar, ku memutuskan tuk membasahi tenggorokan yang sudah kering
kerontang ini, kebetulan tak jauh dari aku berdiri ku dapati ada seonggok
warung,
“ silahkan mas , mau minum apa “
Sapaan pemilik warung dengan
senyuman termanis di wajahnya
“ saya pesan es teh manis saja bu, “
Dengan dahaga yang begitu menyiksa,
sesaat pula segelas es teh tersebut
habis tak bersisa bahkan setetes pun,.
Sungguh bagai disambar petir siang
bolong,ketika ku dapati bahwa dari tadi pemilik warung mengamati tingkahku, ku
pun tertunduk lesu, ku lirik pemilik warung tersebut, mengembangkan pipinya,
mungkin ia sedang menertawakanku, karena aku bagai orang yang tak pernah minum
es teh sebelumnya,.
“ anda dari mana mas, kok kelihatan
lelah sekali ??“
“ oh, saya lagi mencari orang Bu, ia
juga tinggal disini, namun saya kehilangan jejak,.”
“ kalau boleh tahu siapa namanya mas
??“
“Lhah itu masalahnya Bu, sebelumnya saya
belum pernah kenal, saya melihatnya ketika ia bekerja sebagai penyapu
jalanan, dan saya mencarinya guna
sebagai bahan penyusun laporan perusahaan “
“ oh…. Itu mah ibu Sulasmi , di desa
ini yang bekerja sebagai penyapu jalan hanyalah beliau, rumahnya tak jauh dari
sini, itu di ujung jalan ini, disamping musholla warna hijau,.”
Setelah selesai membayar, aku pun
langsung bergegas menuju jalan yang di
katakan Ibu pemilik warung tersebut, aku berjalan menyusuri jalan yang berbatu
dan penuh dengan gobangan air, inilah potret kehidupan masyarakat dan
pemerintahan negeri ini, di tengah ibu kota bahkan masih ada pemandangan yang
seperti ini, seperti inikah Negara yang di gaung-gaungkan sebagai Negara kaya
akan sumber daya alamnya,..memang benar kata dedi mizwar dalam filmya yang
berjudul alangkah lucunya negeri ini.
Dengan omelan-omelan dalam hati
kepada pemerintahan dan bapak-ibu yang
duduk di kursi atas, akan kondisi yang sungguh menyayat hati, dan memaksa air
mata tuk menetes menambah banjirnya gubangan air jalan itu, tak ku sadar,
ternyata ku sudah berada di ujung jalan , ku lihat sebelah kanan jalan terdapat
musholla hijau yang temboknya penuh
dengan lumut,.
Disamping musholla terlihat rumah
yang sungguh elok nan indah, terdapat aneka ragam tumbuh-tumbuhan, mulai dari
mangga, jambu, tanaman TOGA dan juga taman mini, yang begitu menyegarkan mata,
Kini berjuta pertanyaan mulai
menghampiriku dan mengusik ketenangan hatiku,.
“ mungkinkah benar, ini rumah ibu Sulasmi,
si penyapu Jalanan itu, rumahnya pun tak kalah indahnya dengan rumahku, ah gak
mungkin,….mungkin aku salah,….”
“ haii mas, cari siapa ??“
Terdengar suara wanita paruh baya
yang sedang membawa sapu di tangannya, namun wajahnya tak asing lagi bagiku,
setelah mendekat, baru aku sadari bahwa dia adalah Ibu Sulasmi,.ya ibu
pembersih jalan ibu kota itu, namun kali ini aku melihatnya berbeda, ia memakai
pakaian bersih sekali, wajahnya pun tidak kumuh,. Aku mulai bingung dengan
kondisi ini, hingga kebuntuan pun pecah
“ oh… ini kamu thoh le, yang tadi
pagi menasehati ibu dan mut “
Ternyata benar, ibu itu sudah hafal
akan wajahku, “menasehati” bukankah aku tadi pagi menghardiknya,. Sungguh mulia
wanita ini , aku pun tak berani menatap kedua matanya aku hanya tertunduk malu,
karena kelakuanku sendiri,.
“ saya mau mencari anda Bu, bisa
saya bicara dengan Ibu, soalnya ini ada tugas dari kantor “
“ oh ya monggo, silahkan masuk, ndak
baik ngobrol diluar,. “
Sambil membawaku menuju rumah indah
itu, ternyata tak salah lagi itu memang rumah Bu Sulasmi,
Aku semakin bingung dengan kondisi
ini, mungkinkah upah dari menyapu jalanan sebanyak ini, tak kalah dari upahnya
pegawai negeri, dalam rumahnya pun
tertata rapi dengan tanaman bonsai yang berada disamping kursi sofa yang begitu
nyaman,.sementara itu bu sulasmi langsung menuju ke belakang, ku tak tahu apa
yang dilakukannya mungkin akan membuatkanku segelas teh, atau malah akan
membawakanku gagang sapu tuk mengusirku, selama ini kan aku selalu
menghadiknya,.
Aku pun semakin terpesona dengan
tatanan rumah di dalamnya,.rapi anggun dengan dinding bercat hijau semakin
menyegarkan mataku, di samping figura foto, ku dapati ada sebuah kaligrafi yang
diukir dengan seni tekstur tinggi, ukiran kaligrafi itu sungguh membuatku
berdecak kagum, padahal di rumah aku pun memiliki lukisan yang aku beli dari
luar negeri dan kaligrafi itu bertuliskan
“ " النظافة من الايمان
bukankah itu adalah tulisan yang
biasanya terpampang ketika ada kegiatan kegiatan kebersihan di kampus dahulu,
namun aku tak tahu dari mana tulisan itu di dapat, semuanya sama bentuknya,
walaupun aku pun tak bisa membacanya, ya mereka adalah orang islam, mungkin itu
adalah tulisan dari sebuah buku yang disebut Al-Qur’an oleh mereka,. Sedangkan
di kitab agamaku tidak ada seperti itu, bukankah tuhan itu satu, mengapa islam
punya semboyan sedemikian namun agamaku tidak?? Ada apa ini? Apakah benar yang
dikatakan oleh Toni, bahwa menurut mereka agama yang benar disisi tuhan adalah
agama islam, lha terus dengan kata lain agamaku berarti salah? Apakah aku
memegang suatu kepercayaan yang salah yang sudah turun temurun diwariskan di keluargaku,.???
Fikiranku semakin kacau dan hatiku
pun semakin resah tak tentu arah,
“ ini mas ada sedikit air, silahkan
di minum,.”
Ku lihat seorang wanita yang tak ku
sadari sudah berada di depanku sambil meletakkan secangkir teh di meja tamu,
namun ia bukanlah ibu Sulasmi, ia lebih muda dan lebih anggun, dengan dibalut
kain di kepala yang toni biasa menyebutnya adalah jilbab, dan baju panjang
berwarna pink, dengan rok yang selaras dengan bajunya, tapi ia juga tak asing
bagiku, apakah mungkin ini adalah wanita yang selalu bersama ibu Sulasmi untuk
menyapu jalan itu??,
Ia pun duduk di sofa, namun sangat
jauh bagiku, aku pun tak tahu apa yang dilakukannya, apakah ia memiliki dendam
kepadaku karena aku selalu menghardiknya, ia pun hanya menunduk, dengan
senyuman yang tak bisa aku dustai sungguh manis, lebih manis dari senyuman para
mantan kekasihku, gak-gak aku gak boleh memiliki rasa dengannya, dia adalah
orang islam dan dan dia tak pantas denganku,.
Ada apa mas, kok
menggelang-gelengkan kepala?”
Betapa malunya aku, ternyata tak ku
sadari gerak refleks telah ku lakukan, namun untuk memecah rasa maluku aku pun
bertanya kepadanya,namun ia tetap menunduk
“ ndak apa-apa, oh ya kalau boleh
saya tahu siapa nama mb?”
“ oh, nama saya MUTHOHAROH mas “
Sayang, baru saja sedikit ngobrol
ternyata suara nyanyian dari musholla telah berkumandang, suara yang selama ini
ku tahu digunakan orang islam untuk mengundang teman-temannya ke musholla
ataupun masjid,.
aku pun langsung pamit pulang,
karena Muthoharoh pun meminta ijin untuk pergi ke musholla dan bu Sulasmi pun
demikian, aku pun malu, namun aku tak
tahu mengapa aku malu, padahal ketika menunggu toni di rumahnya saat ia sholat
aku pun tak merasakan sedemikian ini,.
Sesungguhnya sandiwara macam apa
ini, sandiwara yang membuatku semakin bingung,kini seolah tugas kantor lenyap
dari fikiranku, yang ku fikirkan adalah sesungguhnya ada apa dibalik ini semua,
mulai dari aku yang selalu bertemu kedua wanita itu, padahal ada banyak jalan
di ibu kota ini, aku yang selalu membenci mereka, padahal tukang sapu jalanan
bukan hanya mereka, tapi mengapa mereka yang aku benci,? tugas kantor yang
dibilang aneh, serta ide gilaku yang memilih pekerjaan tukang sapu jalan,
padahal banyak sekali pekerjaan lain yang berhamburan di negeri ini,penasaranku
kepada rumah ibu sulasmi yang begitu mewah,padahal aku pun memiliki rumah mewah
sendiri, kaligrafi di dinding yang membuatku merinding, padahal aku pun sering
melihatnya ketika di kampus dulu, dan yang terakhir pertemuan dengan wanita
berjilbab yang menggetarkan hatiku, padahal sebelumnya aku sangat benci kepada
wanita yang memakai jilbab, karena bagiku itu adalah ketinggalan zaman, serta
rasa hatiku yang sungguh malu ketika tidak ikut ke musholla tuk menuanaikan
sholat,.
Ada apakah di balik semua ini???
Sandiwara macam apa ini tuhan???
SAPU JALANAN, KALIGRAFI, MUTHOHAROH,
serta ISLAM
Aku sungguh tertarik kepada itu
semua..
2 Comments
it's great story. wish you will get the answer
ReplyDeleteokay thanks
DeletePost a Comment