Terdapat Fakta menarik melalui hasil penelitian menunjukkan bahwa  masyarakat Indonesia lebih memanfaatkan internet untuk mengunjungi  situs  jejaring  sosial  (78%) dibandingkan menggunakan mesin  pencari (40%)  dan mengunjungi  situs  portal  untuk melihat email (59%) (Wiltfong, 2013).

 Data ini diperkuat dengan hasil survei terbaru dari APJII  (April  2018)  yang menyatakan alasan masyarakat Indonesia menggunakan internet adalah  sebagian  besar  untuk berkomunikasi lewat  pesan  dan  media  sosial.  Data  ini menunjukkan  bahwa masyarakat  Indonesia memiliki  kecenderungan  yang  tinggi  dalam mengakses media sosial.

 Media sosial sudah menjadi kebutuhan pokok bagi manusia, semua orang dapat dengan mudah membuat, mengakses dunia maya ini. Orang-orang mulai membagikan apa yang mereka rasakan dan kehidupannya untuk dilihat dan dikomentari netizen. Banyak sekali yang menganggap bahwa media sosial harus tahu semua tentang hidup mereka, hingga akhirnya banyak yang mengumbar privasi mereka ke dunia maya ini. Padahla jika mereka sadari ada beberapa hal yang tak perlu diumbar di media sosial hal itu dikarenakan lebih banyak membawa kemudharatan atau bahkan bisa jadi membahayakan penggunanya.


Yuk simak, 5 hal yang tak perlu kamu umbar di media sosial.


1. Masalah pribadi

 Fungsi media sosial kini mengalami pergeseran, yang mulanya sebagai media komunikasi dan interaksi telah berubah menjadi media panggung pengungkapan diri atau self-disclouser walaupun dengan cara yang sangat beragam termasuk terlalu jujur dalam menceritakan masalah hidupnya di dunia maya, fenomena berbagi privasi diri hingga curhat berlebih di media sosial disebut juga dengan istilah hyperhonest .

 Sebagian pengguna media sosial jika mendapatkan masalah ia akan mempostingnya, ia curhat masalah dirinya, keluarganya dan bahkan terkadang sampai masalah pribadi yang seharusnya tidak patut untuk dibagikan di media sosial. Beberapa orang mengatakan jika memiliki masalah dan memposting membuat hati lebih lega, karena sudah mencurahkan uneg-uneg di dalam hatinya meskipun nantinya mendapatkan komentar yang beragam dari para pembaca atau netizen. 

 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Radja Erland Hamzah dan Citra Eka Putri pada tahun 2020 bahwa alasan seseorang curhat berlebih (Hyperhonest) di media sosial karena tiga hal. Pertama curhat di media sosial memberi rasa senang, kedua, terpenuhinya kebutuhan untuk didengarkan dan ketiga, kebutuhan untuk dikenal.

 Sebenarnya memposting masalah pribadi di media sosial kurang tepat karena tidak akan menyelesaikan justru terkadang malah membuat orang yang melihat atau membacanya menjadi berprasangka dan kurang nyaman. Sah-sah saja berbagi perasaan atau masalah di media sosial asalkan sebatas wajar dan tidak terlalu sensitif untuk diungkapkan, karena pengguna media sosial beraneka ragam, mulai dari variasi umur, pendidikan hingga latar belakang sosial budayanya.
 

2. Rencana ke depan

 Terlihat keren, atau biar dianggap hidup penuh perencanaan mungkin beberapa hal yang menjadi alasan bagi sebagian orang suka sekali membagikan rencana hidupnya di media sosial. Mulai dari rencana yang kecil hingga rencana besar yang mempengaruhi kehidupannya di masa depan. 

 Terlepas dari baik atau buruknya. Akan tetapi tak semua orang harus ngerti kok rencanamu karena terkadang hal itu tidak memotivasi malah menjadi boomerang bagi dirimu.  Misalnya kamu udah ngepost rencana ke depan, eh ternyata ngga tercapai atau gagal, akhirnya banyak yang menertawakan dan berbalik menghinamu, lalu psikismu terganggu hingga akhirnya kamu down dan memilih untuk menyerah.

 Jadi lebih baik simpan rencanamu, tak usah diposting di media sosial, jika ingin berbagi dapat berbagi dengan kawan, mitra atau rekan satu projek yang bisa dipercaya. Pada intinya lebih baik diam merencanakan, bergerak penuh kesuksesan.

Aamiin..


3. Informasi pribadi


 Perilaku memberikan informasi pribadi kepada pihak lain ini menjadi semakin marak dilakukan, seperti prihal mengunggah foto, video atau tulisan yang memuat informasi pribadi pada situs jejaring sosial. Hal inilah yang menimbulkan tanda tanya mengenai bagaimana perilaku perlindungan privasi individu di era digital.

 Fenomena memberikan atau menyebarkan informasi pribadi melalui situs jejaring sosial tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara lain seperti Asia dan Eropa juga menghadapi masalah serupa. Isu mengenai privasi informasi tak pelak menjadi kerap diperbincangkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya studi-studi yang mengkaji mengenai information privacy. Smith (2011:990).

 Nah kalo ini cukup fatal efeknya, banyak orang yang belum menyadari, bahwa mengupload informasi pribadi seperti mengupload foto KTP, foto vaksin atau foto CV dan ijasah sangat berbahaya dampaknya. Apabila ada oknum yang berniat jahat, maka hal ini menjadi peluang yang empuk untuk melaksanakan aksinya.

 Saya teringat dulu waktu saya kecil ada acara kriminal di salah satu stasiun televisi pembawa acaranya memakai topeng dengan baju serba hitam, ia dikenal dengan panggilan Bang Napi, ciri khasnya adalah ketika menutup acara tersebut ia selalu bilang

“ Kejahatan bukan hanya karena ada niat dari si pelaku tapi karena adanya kesempatan,waspadalah, waspadalah ”


4. Aib Orang Lain

 Pernah ngga sih, kamu nemuin orang yang buat story atau ngepost sesuatu yang isinya ngejelekin orang lain? hari ini ngejelekin tetangganya, eh besok temennya, ini sebenarnya yang jelek mereka atau dia sendiri sih? hehe


 Gak perlu ya temen-temen, semisal kamu lagi gak seneng sama sifat seseorang, ngga perlu dipost di media sosial tidak akan mengubah orang itu, justru malah menjadikan masalah baru dalam kehidupanmu dan membuat hubunganmu dengan orang tersebut semakin memburuk.


 Dalam dunia nyata pun kita tidak diperbolehkan mengumbar aib orang lain, apalagi ini media sosial yang terdiri dari banyak orang dan sebagian besar tidak saling mengenal, beberapa orang mudah sekali melakukan penghakiman atas orang lain hanya dengan foto atau postingan yang diunggah tanpa mengetahui duduk perkaranya.


Pada intinya, sangat tidak perlu mengumbar aib orang lain, tidak ada manfaatnya justru malah mendatangkan banyak kerugian, bagi diri sendiri maupun orang lain. dan kalau aib kita ngga mau diumbar ya jangan mengumbar  aib orang lain, bener nggak? hehe


5. Pendapatan

 Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah flexing, di media sosial, apa sih pengertiannya? jadi secara istilah flexing digunakan bagi mereka yang suka pamer kekayaan. Terlebih adanya media sosial fenomena ini sangat marak terjadi dan istilah ini tersebar dimana-mana.


 Bentuk
flexing beraneka ragam, mulai dari pamer saldo di ATM, barang-barang branded dengan harga ratusan juta bahkan sampai miliaran, rumah mewah dan liburan ke luar negeri. Fenomena ini bahkan memunculkan istilah crazy rich atau sultan yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kekayaan yang luarbiasa tinggi dibanding orang kaya pada umumnya.

 Tujuan seseorang melakukan flexing sangat beraneka ragam, yaitu ingin menunjukkan status sosial, meneguhkan posisi sosial, membuat impression atau kesan bagi orang dan menunjukkan kemampuannya kepada orang lain, tapi ada juga yang bertujuan untuk promosi atau hanya sekadar showbiz (hiburan).


 Ya meskipun flexing tidak selamanya negatif dan tidak melulu pamer kekayaan, ada yang juga yang pamer prestasi, hasil kerja, marketing perusahaan dan bahkan pencapaian besar yang bertujuan untuk memotivasi orang lain.

 Kalau niatnya bukan buat pamer si ngga masalah, cuma terkadang orang yang melihat menjadi tidak nyaman dan malah berpikir negatif tentangnya.  Udah ya, ngga perlu pamer pendapatan di media sosial. Selain karena ngga penting juga menjaga perasaan orang yang tak seberuntung kamu pendapatannya.




Terima kasih sudah membaca postingan ini,  jika ada teman-teman yang tidak sependapat, it’s OK 
itu hak temen-temen. Kalau ada yang mau didiskusikan, yuk bisa tulis di kolom komentar :)



Referensi:

Hamzah Radja, Putri Cika. 2020. ANALISIS SELF-DISCLOSURE PADA FENOMENA HYPERHONEST DI MEDIA SOSIAL, JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3: Jakarta

Smith, H. Jeff, et. al. (2011). Information Privacy Research : An Interdisiplinary Research: An interdisciplinary review. MIS Quarterly, 35(4), 989-1015.

Https://www.kompas.com. Apa Itu Flexing? Ramai Disebut di Media Sosial dan Apa Tujuannya? (diakses tanggal 27 Maret 2022 Pukul 08.30)